Selasa, 05 Agustus 2014

Pengujian Bakteri Halofilik

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN
PENGUJIAN BAKTERI HALOFILIK

KELOMPOK  2A

RIFA MUFIDAH                              240210110001
AILSA GIOVANNI                          240210110018
ISMI RIZKY                                      240210110036
FATHYA ISTIQOMARIL                240210110044
FADLI BAYANULLOH                  240210110049


mmmmm

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI  PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2012

TUJUAN
1.      Mahasiswa dapat mengisolasi bakteri halofilik dari beberapa produk pangan.
2.      Mahasiswa dapat mengerjakan pewarnaan gram.

ALAT DAN BAHAN
Alat
·            Cawan Petri
·            Pipet ukur
·            Ball pipet
·            Jarum öse
·            Erlenmeyer
·            Tabung reaksi
·            Pembakar spirtus
·            Beaker glass 50 ml
·            Spatula
·            Kapas
·            Neraca analitik
·            Mikroskop

Bahan
·            Ikan peda
·            Ikan teri

Media
·            Nutrient Agar (NA)
·            Larutan NaCl fisiologis
·            NaCl (5%, 10%, dan 15%)
·            Alkohol 70%

PEMBAHASAN
           
            Garam merupakan bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya. Garam berpertan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Namun, masih tetap ada jenis mikroorganisme yang dpat tumbuh pada bahan pangan yang mengandung garam, baik garam dengan kadar rendah, maupun garam dengan kadar tinggi. Jenis ini disebut dengan bakteri halofilik.
Praktikum kali ini adalah melakukan pengujian bakteri halofilik. Halofilik memiliki asal kata dari Bahasa Yunani, yaitu : halo yang artinya garam, dan pholis yang artinya suka. Jadi, bakteri halofilik merupakan bakteri yang membutuhkan konsentrasi Natrium chlorida (NaCl) minimal tertentu untuk pertumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 2 – 5 % untuk bakteri halofilik ringan, 5 – 20 % untuk bakteri halofilik sedang, dan 20 – 30 % untuk bakteri halofilik ekstrim. Bakteri halofilik ringan antara lain Pseudosomonas, Moraxella, Flavobacterium, Acinobacter, dan spesies Vibrio. Kelompok halofilik ringan ini sering dijumpai pada ikan dan kerang-kerangan. Bacillus, Micrococcus, Vibrio, Acinetobacter, dan Moraxella termasuk kelompok bakteri halofilik sedang. Sedangkan bakteri halofilik ekstrim biasanya tampak berwarna merah atau merah muda dan berasal dari kelompok bakteri Halobacterium dan Halococcus serta sering tampak pada makanan yang telah diawetkan dengan penggaraman. (Fardiaz, 1992).
Selain ketiga golongan tersebut ada juga bakteri yang termasuk halotoleran (tahan garam). Golongan bakteri ini dapat hidup dengan atau tanpa garam. Garam yang dibutuhkan oleh halotoleran sekitar 5% atau lebih. Kelompok bakteri halotoleran antara lain Bacillus, Micrococcus, Corynobacterium, Streptococcus, dan Clostridium (Fardiaz, 1992).
Beberapa bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna yang disebut bacteriorodhopsin. Bakteri tersebut dengan cepat akan menguraikan bahan pangan dan menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya bahan pangan akan menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan (Buckle, 1987).
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat (Anonima, 2009)
Menurut Tjahjadi (2008), penambahan garam pada bahan pangan dapat berfungsi sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan dari bahan pangan tersebut. Alasan mengapa garam digunakan sebagai bahan pengawet adalah :
·         Karena garam dapat mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga aktifitas air (Aw) dalam bahan pangan tersebut menjadi rendah, dan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan tersebut akan susah untuk bertumbuh.
·         Garam (NaCl), mengandung ion Cl- yang memiliki kadar toksisitas yang tinggi terhadap mikroorganisme sehingga dapat menghambat respirasi mikroorganisme tersebut.
·         Garam yang terdapat dalam bahan pangan dapat mempengaruhi tekanan osmotik sehingga mengakibatkan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan menjadi lisis.
Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan Kalium chlorida (KCl) yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium (Sukarminah, 2008).
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan untuk uji halofilik adalah ikan peda dan ikan teri. Ikan peda merupakan produk fermentasi spontan dengan jumlah dan jenis mikroba yang bervariasi. Ikan peda dapat dibuat dari ikan kembung (Rastrelliger sp.), ikan lemuru (Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.) atau ikan selar (Caranx sp.). Menurut Anonimb (2009), mikroba yang berperan selama proses fermentasi adalah mikroba yang berasal dari ikan itu sendiri. Mikroflora yang ditemukan pada ikan kembung terutama adalah bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau koki seperti Pseudomonas, Vibrio, Moraxella, Acinobacter, dan Flavobacterium. Pada penggaraman dan pemeraman terjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri pembentuk asam seperti Streptococcus, Leuconostoc, Lactobaccilus, dan Micrococcus. Proses pembuatan ikan peda dilakukan dengan cara seperti yang dilampirkan sebelumnya.
Ikan peda termasuk pada bahan pangan dengan kadar garam ekstrim yaitu sekitar 20%, sehingga mikroorganisme yang dapat tumbuh merupakan mikroorganisme yang memang sangat tahan garam. Garam bersifat bakteriostatik dan merupakan elektrolit yang mampu memecah ikatan air dalam protein. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya denaturasi protein. Garam sebagai pengawet berfungsi menaikkan tekanan osmotik sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroorganisme, dehidrasi, dan bersifat racun akibat terbentuknya ion klorida serta menyebabkan sel mikroorganisme menjadi peka terhadap karbondioksida (Sukarminah,2008).
Garam yang digunakan harus mempunyai kemurnian tinggi. Artinya mengandung garam NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam calcium dan magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik. Selain itu garam pada pembuatan ikan peda ini digunakan sebagai antibakteri dan untuk menyeleksi serta menumbuhkan hanya bakteri halofilik (Sukarminah,2008).
Ikan teri (Stolephorus spp.) adalah sekelompok ikan laut kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, merupakan anggota keluarga dari Engraulidae. Ikan teri sama seperti jenis ikan laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Nama ini mencakup berbagai ikan dengan warna tubuh perak kehijauan atau kebiruan. Kegunaan ikan teri antara lain :
1.      Mencegah dari osteoporosis.
2.      Mempertkuat gigi.
            Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan teri yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan, di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan teri ini adalah melalui pengasinan (Anonim b, 2009).
            Menurut Perdana (2009), untuk membuat ikan teri yang dikeringkan dengan memiliki rasa asin, dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
·         Ikan yang berukuran kecil (sering disebut ikan teri), sebelum diolah tidak perlu dilakukan penyiangan atau pembuangan isi perut. Jadi ikan cukup dibersihkan dari kotoran dan dicuci bersih.
·         Untuk memperoleh rasa asin, maka teri yang sudah dibersihkan direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi 0.5–1% atau tergantung dari tingkat keasinan teri yang dikehendaki selama 1 – 3 jam.
·         Ikan teri yang sudah direndam dalam air garam kemudian ditiriskan dan dikeringkan hingga kering. Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan ikan teri yang sudah direndam dalam air garam di atas rak penjemuran. Pengeringan dapat dilakukan di bawah terik matahari atau dengan menggunakan pengering buatan.
Pada praktikum kali ini praktikkan menguji keberadaan bakteri halofilik dengan sampel ikan peda dan ikan teri yang diinokulasikan pada media Nutrien Agar (NA). NA merupakan media yang mempunyai spesifikasi untuk pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Selanjutnya, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dihaluskan. Lalu, dibuat pengenceran sampai tingkat pengenceran 10-3.           
Diambil masing-masing 1 ml sampel dari pengenceran 10-2 dan 10-3 untuk diinokulasikan menngunakan metode tuang dengan media NA, NA + 5% NaCl, NA + 10% NaCl, dan NA + 15% NaCl ke dalam cawan petri. Kemudian, buatlah angka delapan untuk mencampur media dengan sampel agar merata. Tujuan daari penambahan NaCl yang bervariasi adalah untuk mengetahui kebutuhan garam terhadap pertumbuhan bakteri koliform rendah hingga koliform ekstrim, sedangkan untuk medium yang tidak ditambah NaCl adalah untuk mendeteksi pertumbuhan bakteri non-koliform. Langkah selanjutnya yaitu inkubasi selama dua hari pada suhu 30°C.
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Pengamatan Jumlah Koloni Bakteri
Sampel
Media
Jumlah Koloni
SPC 
(cfu/g)
Pengenceran 10-2
Pengenceran 10-3
Ikan peda
NA
129
13
< 3,0 . 104
(1,3 . 104)
NA + 5% NaCl
137
16
< 3,0 . 104
(1,4 . 104)
NA + 10% NaCl
1
2
< 3,0 . 104
(2,0 . 103)
NA + 15% NaCl
-
-
-
Ikan teri
NA
-
-
-
NA + 5% NaCl
3
16
< 3,0 . 104
(1,6 . 104)
NA + 10% NaCl
38
-
3,8 . 103
NA + 15% NaCl
1
-
< 3,0 . 104
(1,0 . 102)
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2012

Ikan Peda
            Dari hasil yang didapat maka pada sampel ikan peda dapat diketahui bahwa dengan bertambahnya kadar NaCl yang digunakan pada media, maka jumlah koloni bakteri yang tumbuh semakin menurun. Hal tersebut membuktikan keberadaan garam sebagai zat anti mikroba sehingga kemampuan tumbuh mikroorganisme menurun. Bentuk dan warna bakteri yang tumbuh bervariasi, antara lain bulat putih, bulat kuning, dan lonjong putih. 
Koloni yang tumbuh kemudian dilakukan pewarnaan gram. Bakteri yang mendapat perlakuan pewarnaan gram adalah dua bakteri yang paling dominan tumbuh, yaitu yang berbentuk bulat dan berwarna putih pada media NA + 10% NaCl serta bakteri berbentuk lonjong dan berwarna putih yang tumbuh pada media NA.
Pertama pada bakteri yang tumbuh pada media NA dengan pengamatan di bawah mikroskop didapat bakteri berbentuk coccus dan berwarna merah yang berarti bakteri tersebut termasuk bakteri gram negatif. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, diduga bakteri yang tumbuh adalah bakteri Pseudomonas.
Pseudomanas ini termasuk famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini merupakan bakteri yang dapat menyebabkan kebusukan makanan, bersifat motil dengan flagella polar. Bakteri ini berbentuk bulat, gram negatif dan dalam perumbuhannya membutuhkan O2 (aerobic). Dapat mensintesis faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin. Beberapa species bersifat proteolitik dan lipolitik, dan dapa membentuk pigmen (Sukarminah, 2008).
Kedua, pengamatan dilakukan terhadap bakteri yang tumbuh pada media NA + 10% NaCl. Ketika diamati di bawah mikroskop, tidak terlihat jelas bentuk dan warna dari bakteri ini. Hal ini dikarenakan sel bakteri yang sangat tipis sehingga tidak dapat terlihat oleh mikroskop atau karena kesalahan praktikan saat menggunakan mikroskop. Selain itu kemungkinan karena terjadi kesalahan saat menginokulasikan sel bakteri pada objek glass. Dugaan sementara bakteri yang tumbuh pada media ini adalah Micrococcus, Pediococcus, atau Pseudomonas, karena dilihat dari bentuk sel bakterinya yang berbentuk coccus.
Bakteri Micrococcus termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri berbentuk coccus, gram positif, berpasangan, tetrad atau kelompok kecil, aerobic, katalase positif dan tidak berspora. Bakteri ini mempunyai suhu optimal untuk pertumbuhan 25 – 30°C, dapat mengoksidasi glukosa menjadi asam. Kebanyakan species bersifat proteolitik dan beberapa bersifat lipolitik. Beberapa species tahan garam, membuata garam ammonium sebagai sumber N, bersifat termodurik (tahan suhu pasteurisasi). Bakteri ini banyak ditemukan pada debu dan air serta berbagai bahan pangan segar (Sukarminah, 2008).
Bakteri Pediococcus merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada sampel dengan konsentrasi NaCl sebanyak 7% .Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL) dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Genus Pediococcus termasuk golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi. Bakteri ini tergolong homofermentatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah 25-30 °C dan pH optimum ± 6. Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu, resistensi antibiotik, dan NaCl (Sukarminah, 2008).


Ikan Teri
Setelah dilakukan pengamatan terhadap ikan peda selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap ikan teri. Pengamatan pertama dilakukan terhadap ikan teri yang diletakkan pada media NA. Pada pengenceran 10-2 dan 10-3  tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada sampel ikan teri dengan media NA + 5% NaCl. Pada pengenceran 10-2 tidak ditemukan 3 koloni bakteri yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3 ditemukan adanya koloni sebanyak 16 koloni dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam. Ada yang berwarna putih dengan bentuk bulat dan berwarna putih oranye dengan bentuk bulat pula. Selain itu, ditemukan pula pertumbuhan khamir pada pengenceran 10-2 berwarna putih dengan bentuk menjari. Maka nilai SPC nya  adalah 1,6 x 10cfu/g.
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram terhadap bakteri yang paling dominan tumbuh yaitu bakteri yang berbentuk bulat dan berwarna putih. Lalu, diamati di bawah mikroskop. Koloni yang tumbuh merupakan bakteri gram positif karena ketika diamati di bawah mikroskop ternyata berwarna ungu dan berbentuk basil. Bakteri tersebut diduga adalah bakteri jenis Halobacterium. Menurut Buckle (1987), bakteri ini termasuk bakteri jenis halofilik yang dapat tumbuh pada konsentrasi NaCl dengan kisaran 3,5% sampai jenuh. Bakteri ini dapat ditemui pada air laut dan larutan garam. Pada ikan teri sendiri, kerusakan yang disebabkan karena bakteri halofilik adalah ditandai dengan adanya bercak-bercak merah pada permukaan ikan. 
Khamir yang ditemukan tumbuh pada media NA + 5% NaCl, diduga merupakan khamir Debaromyces. Khamir ini merupakan khamir tahan garam, tumbuh pada makanan yang mengandung garam dalam jumlah yang tinggi. Bentuk sel nya bulat atau oval, membentuk pelikel pada daging asin kering.
Pengamatan selanjutnya pada sampel ikan teri dengan media NA + 10% NaCl. Pada pengenceran 10-2 ditemukan koloni sebanyak 38 koloni dan pada pengenceran 10-3 tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat dan berwarna putih. Maka nilai SPC nya adalah 3,8 x 103 cfu/g. Sedangkan, dengan media NA + 15% NaCl, pada pengenceran 10-2 ditemukan 1 koloni yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3 tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Maka perhitungan SPC nya adalah 1,0 x 102 cfu/g .
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram dan pengamatan di bawah mikroskop. Sel bakteri yang mendapat perlakuan pewarnaan gram adalah bakteri yang paling dominan tumbuh, yaitu bakteri dengan bentuk bulat dan berwarna putih. Setelah diamati di bawah mikroskop ternyata koloni yang tumbuh berbentuk basil dan merupakan gram positif, sama seperti pengamatan sebelumnya. Bakteri tersebut diduga adalah bakteri jenis Halobacterium.

Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halofilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa daging ikan. Selain disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh jamur, ragi, dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau dewasa.
            Menurut Anonimb (2009), beberapa kerusakan mikrobiologis yang biasa terjadi pada ikan asin, yaitu:
1.      Pink Spoilage
            Kerusakan ini disebabkan oleh bakteri halofilik yang secara perlahan-lahan berkembang biak dan membentuk pigmen berwarna kuning kemerah-merahan. Bakteri tersebut dengan cepat akan menguraikan daging ikan dan menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya daging akan menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan serta mudah lepas dari   tulangnya. Jenis bakteri penyebab pink spoilage yang paling dominan adalah Sarcina sp, Serratia, Salinaria, dan Micrococci.
2.      Dun Spoilage
            Kerusakan ini dikarenakan semacam jamur yang hidup hanya pada permukaan daging ikan dan membentuk pigmen berwarna keabu-abuan. Gejala yang terjadi biasanya pada ikan asin yang mempunyai kadar air di bawah 17%.
3.      Rust Spoilage
            Untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ikan asin, garam akan             melepaskan senyawa karbonil. Jika bereaksi dengan asam amino, senyawa    tersebut akan menghasilkan senyawa cokelat keabu-abuan dengan bau             tengik yang mencolok.
4.      Saponifikasi
            Kerusakan ini disebabkan aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan lender berbau sangat busuk. Kerusakan tersebut sangat membahayakan kesehatan manusia, karena tidak hanya terjadi pada permukaan ikan tetapi juga menyerang bagian dalam. Bakteri yang umum menimbulkan saponifikasi adalah Mycobacteria.
5.      Taning
            Kerusakan ini dikarenakan sejenis bakteri pembusuk tertentu yang muncul karena proses penetrasi garam ke dalam daging ikan berlangsung sangat           lambat atau penyebarannya di dalam tubuh ikan kurang merata. Ciri-ciri             ikan yang terserang taning, timbulnya noda atau bercak merah sepanjang    tulang punggung ikan dan timbulnya bau yang sangat busuk.
6.      Salt Burn
            Kerusakan ini terjadi karena penggunaan garam halus secara berlebihan pada saat penggaraman. Apabila ikan asin dijemur, bagian luar akan kering sedangkan bagian dalam masih tetap basah. Penyebabnya adalah terjadinya penarikan air yang sangat cepat pada bagian luar, sehingga sel tubuh ikan akan berkoagulasi dan mengakibtakan proses difusi air dari sel-sel tubuh bagian dalam menjadi terlambat.
Ukuran kehigienisan dan suhu selama pengolahan dan penyimpanan memegang peranan penting dalam jumlah bakteri halotoleran dari produk ikan  asin. Tidak menutup kemungkinan juga timbulnya jamur pada produk ikan asin yang dihasilkan.  Dari beberapa mikroorganisme yang merusak, ada yang bisa dihilangkan dengan mudah yaitu pencucian saja. Tapi untuk bakteri pembusuk dan patogen harus dihilangkan dengan penambahan senyawa kimia. Cara untuk menghilangkan mikroba yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan menggunakan Trisodium Phosphate (TSP). Trisodium phosphate (TSP, Na3P04) merupakan  bahan tambahan makanan yang termasuk dalam Generally Recognized As Safe (GRAS). Efek antimicrobial dari TSP telah diuji pada beberapa tipe makanan berbasis daging, ayam, ikan dan daging domba. TSP membunuh mikroorganisme dengan cara melewati permeabel dan mengganggu sitoplasma dan membran terluar dari sel bakteri karena terdiri dari pH alkali yang dapat dengan mudah melepasnya dari kandungan intraseluler dan pada akhirnya sel akan mati (Anonima, 2009).

KESIMPULAN

1.      Bakteri halotoleran dapat tetap tumbuh dengan atau tanpa garam.
2.      Golongan bakteri halofilik membutuhkan garam dengan kadar tertentu untuk tumbuh.
3.      Garam bisa mengubah tekanan osmosis pada bakteri sehingga menyebabkan lisis dan akhirnya bakteri tidak dapat tumbuh ataupun mati.
4.      Garam (NaCl) terdiri dari Na dan Cl dimana Cl mempunyai daya toksisitas yang tinggi  yang menyebabkan bakteri tidak tumbuh, menghambat respirasi dan juga aktivitas bakteri.
5.      Bakteri yang tumbuh pada sampel ikan peda diduga merupakan bakteri Micrococcus, Pediococcus, dan Pseudomonas.
6.      Bakteri yang tumbuh pada sampel ikan teri diduga adalah bakteri jenis Halobacterium yang berbentuk basil dan merupakan bakteri gram positif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Ilmu Pangan. Available at:  http://www.ilmupangan.com/index.php?option=com_content&task=view&id=39&Itemid=44. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Anonimb. 2009. Mengenal Mutu Ikan Asin dan Ikan Kering. Available at:  http://minapadijaya.com/mengenal-mutu-ikan-asin-ikan-kering. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Buckle, K. A, Edwards, R. A, Fleet, G. H dan M. Wootto. 1987. Ilmu Pangan. UIPress : Jakarta

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Perdana, M. 2009. Fermentasi pada Ikan Peda. Available at:  http://www.dotcomsecrets.com/blogs/content/fermentasi-pada-ikan-peda. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.


Sukarminah, E., D.M. Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan. Penerbit Universitas Padjadjaran : Jatinangor.

Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume II). Penerbit Universitas Padjadjaran : Jatinangor.