PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN
PENGUJIAN BAKTERI HALOFILIK
KELOMPOK 2A
RIFA MUFIDAH 240210110001
AILSA GIOVANNI 240210110018
ISMI RIZKY 240210110036
FATHYA
ISTIQOMARIL 240210110044
FADLI BAYANULLOH 240210110049
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengisolasi bakteri halofilik dari
beberapa produk pangan.
2. Mahasiswa dapat mengerjakan pewarnaan gram.
ALAT DAN BAHAN
Alat
·
Cawan Petri
·
Pipet ukur
·
Ball pipet
·
Jarum öse
·
Erlenmeyer
·
Tabung reaksi
·
Pembakar spirtus
·
Beaker glass 50 ml
·
Spatula
·
Kapas
·
Neraca analitik
·
Mikroskop
Bahan
·
Ikan peda
·
Ikan teri
Media
·
Nutrient Agar (NA)
·
Larutan NaCl fisiologis
·
NaCl (5%, 10%, dan 15%)
·
Alkohol 70%
PEMBAHASAN
Garam merupakan bahan yang sangat penting dalam
pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya. Garam berpertan sebagai
penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Namun, masih tetap
ada jenis mikroorganisme yang dpat tumbuh pada bahan pangan yang mengandung
garam, baik garam dengan kadar rendah, maupun garam dengan kadar tinggi. Jenis
ini disebut dengan bakteri halofilik.
Praktikum kali ini adalah melakukan pengujian bakteri halofilik. Halofilik memiliki asal kata dari Bahasa Yunani, yaitu : halo yang artinya garam, dan pholis yang artinya suka. Jadi, bakteri halofilik merupakan bakteri yang
membutuhkan konsentrasi Natrium chlorida (NaCl) minimal tertentu untuk
pertumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 2 –
5 % untuk bakteri halofilik ringan, 5 – 20 % untuk bakteri halofilik sedang,
dan 20 – 30 % untuk bakteri halofilik ekstrim. Bakteri halofilik ringan antara
lain Pseudosomonas, Moraxella,
Flavobacterium, Acinobacter, dan spesies Vibrio. Kelompok halofilik ringan ini sering dijumpai pada ikan
dan kerang-kerangan. Bacillus, Micrococcus, Vibrio,
Acinetobacter, dan Moraxella
termasuk kelompok bakteri halofilik sedang. Sedangkan bakteri halofilik ekstrim
biasanya tampak berwarna merah atau merah muda dan berasal dari kelompok
bakteri Halobacterium dan Halococcus serta sering tampak pada
makanan yang telah diawetkan dengan penggaraman. (Fardiaz, 1992).
Selain ketiga golongan tersebut ada juga bakteri yang
termasuk halotoleran (tahan garam). Golongan bakteri ini dapat
hidup dengan atau tanpa garam. Garam yang dibutuhkan oleh halotoleran sekitar
5% atau lebih. Kelompok bakteri halotoleran antara lain Bacillus, Micrococcus, Corynobacterium, Streptococcus, dan Clostridium (Fardiaz, 1992).
Beberapa
bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna yang disebut bacteriorodhopsin. Bakteri tersebut
dengan cepat akan menguraikan bahan pangan dan menimbulkan bau busuk dan
tengik. Akibatnya bahan pangan akan menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan (Buckle, 1987).
Ikan asin
adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan
menambahkan banyak garam.
Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu
singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan,
walaupun biasanya harus ditutup rapat (Anonima, 2009)
Menurut Tjahjadi (2008), penambahan garam pada bahan pangan dapat berfungsi
sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan dari bahan pangan
tersebut. Alasan mengapa garam digunakan
sebagai bahan pengawet adalah :
·
Karena garam dapat
mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga aktifitas air (Aw) dalam bahan pangan tersebut menjadi rendah, dan
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan tersebut akan susah untuk
bertumbuh.
·
Garam (NaCl),
mengandung ion Cl- yang memiliki kadar toksisitas yang tinggi
terhadap mikroorganisme sehingga dapat menghambat respirasi mikroorganisme
tersebut.
·
Garam yang terdapat
dalam bahan pangan dapat mempengaruhi tekanan osmotik sehingga mengakibatkan
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan menjadi lisis.
Bakteri yang tahan
pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan Kalium chlorida (KCl) yang tinggi dalam
selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi kalium yang tinggi
untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple
bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion
Natrium (Sukarminah,
2008).
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan untuk uji halofilik adalah
ikan peda dan ikan teri. Ikan peda merupakan produk fermentasi spontan dengan
jumlah dan jenis mikroba yang bervariasi. Ikan peda dapat dibuat dari ikan
kembung (Rastrelliger sp.), ikan
lemuru (Sardinella sp.), ikan layang
(Decapterus sp.) atau ikan selar (Caranx sp.). Menurut Anonimb
(2009), mikroba yang berperan selama proses fermentasi adalah mikroba yang
berasal dari ikan itu sendiri. Mikroflora yang ditemukan pada ikan kembung
terutama adalah bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang
atau koki seperti Pseudomonas, Vibrio, Moraxella, Acinobacter,
dan Flavobacterium. Pada penggaraman
dan pemeraman terjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri pembentuk
asam seperti Streptococcus, Leuconostoc, Lactobaccilus, dan Micrococcus.
Proses pembuatan ikan peda dilakukan dengan cara seperti yang dilampirkan
sebelumnya.
Ikan peda termasuk pada bahan pangan dengan kadar garam ekstrim yaitu sekitar 20%, sehingga mikroorganisme yang dapat tumbuh merupakan mikroorganisme yang memang sangat tahan garam. Garam bersifat bakteriostatik dan merupakan elektrolit yang mampu memecah ikatan air dalam protein. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya denaturasi protein. Garam sebagai pengawet berfungsi menaikkan tekanan osmotik sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroorganisme, dehidrasi, dan bersifat racun akibat terbentuknya ion klorida serta menyebabkan sel mikroorganisme menjadi peka terhadap karbondioksida (Sukarminah,2008).
Garam
yang digunakan harus mempunyai kemurnian tinggi. Artinya mengandung garam NaCl
tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam calcium
dan magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik.
Selain itu garam pada pembuatan ikan peda ini digunakan sebagai antibakteri dan
untuk menyeleksi serta menumbuhkan hanya bakteri halofilik (Sukarminah,2008).
Ikan teri (Stolephorus spp.) adalah sekelompok ikan laut kecil yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, merupakan anggota keluarga dari Engraulidae. Ikan teri sama seperti jenis ikan laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Nama ini mencakup berbagai ikan dengan warna
tubuh perak kehijauan atau kebiruan. Kegunaan ikan teri antara lain :
1.
Mencegah dari
osteoporosis.
2.
Mempertkuat
gigi.
Ikan teri termasuk jenis ikan yang
rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan
mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh
karena itu, ikan teri yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan,
di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan
teri ini adalah melalui pengasinan (Anonim b, 2009).
Menurut Perdana (2009), untuk
membuat ikan teri yang dikeringkan dengan memiliki rasa asin, dapat dilakukan
dengan cara berikut ini:
·
Ikan
yang berukuran kecil (sering disebut ikan teri), sebelum diolah tidak perlu
dilakukan penyiangan atau pembuangan isi perut. Jadi ikan cukup dibersihkan
dari kotoran dan dicuci bersih.
·
Untuk
memperoleh rasa asin, maka teri yang sudah dibersihkan direndam dalam larutan
garam dengan konsentrasi 0.5–1% atau tergantung dari tingkat keasinan teri yang
dikehendaki selama 1 – 3 jam.
·
Ikan
teri yang sudah direndam dalam air garam kemudian ditiriskan dan dikeringkan
hingga kering. Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan ikan teri yang
sudah direndam dalam air garam di atas rak penjemuran. Pengeringan dapat
dilakukan di bawah terik matahari atau dengan menggunakan pengering buatan.
Pada praktikum kali ini praktikkan menguji keberadaan bakteri
halofilik dengan sampel ikan peda dan ikan teri yang diinokulasikan pada media Nutrien Agar (NA). NA merupakan media
yang mempunyai spesifikasi untuk pertumbuhan berbagai jenis bakteri.
Selanjutnya, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dihaluskan. Lalu, dibuat
pengenceran sampai tingkat pengenceran 10-3.
Diambil masing-masing 1 ml sampel dari pengenceran 10-2
dan 10-3 untuk diinokulasikan menngunakan metode tuang dengan media
NA, NA + 5% NaCl, NA + 10% NaCl, dan NA + 15% NaCl ke dalam cawan petri. Kemudian,
buatlah angka delapan untuk mencampur media dengan sampel agar merata. Tujuan
daari penambahan NaCl yang bervariasi adalah untuk mengetahui kebutuhan garam
terhadap pertumbuhan bakteri koliform rendah hingga koliform ekstrim, sedangkan
untuk medium yang tidak ditambah NaCl adalah untuk mendeteksi pertumbuhan
bakteri non-koliform. Langkah selanjutnya yaitu inkubasi selama dua hari pada
suhu 30°C.
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Pengamatan Jumlah Koloni Bakteri
|
Sampel
|
Media
|
Jumlah Koloni
|
SPC
(cfu/g)
|
|
|
Pengenceran 10-2
|
Pengenceran 10-3
|
|||
|
Ikan
peda
|
NA
|
129
|
13
|
<
3,0 . 104
(1,3
. 104)
|
|
NA + 5% NaCl
|
137
|
16
|
<
3,0 . 104
(1,4
. 104)
|
|
|
NA + 10% NaCl
|
1
|
2
|
<
3,0 . 104
(2,0
. 103)
|
|
|
NA + 15% NaCl
|
-
|
-
|
-
|
|
|
Ikan
teri
|
NA
|
-
|
-
|
-
|
|
NA + 5% NaCl
|
3
|
16
|
<
3,0 . 104
(1,6
. 104)
|
|
|
NA + 10% NaCl
|
38
|
-
|
3,8
. 103
|
|
|
NA + 15% NaCl
|
1
|
-
|
<
3,0 . 104
(1,0
. 102)
|
|
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2012
Ikan Peda
Dari hasil yang didapat maka pada
sampel ikan peda dapat diketahui bahwa dengan bertambahnya kadar NaCl yang
digunakan pada media, maka jumlah koloni bakteri yang tumbuh semakin menurun.
Hal tersebut membuktikan keberadaan garam sebagai zat anti mikroba sehingga
kemampuan tumbuh mikroorganisme menurun. Bentuk dan warna bakteri yang tumbuh
bervariasi, antara lain bulat putih, bulat kuning, dan lonjong putih.
Koloni yang
tumbuh kemudian dilakukan pewarnaan gram. Bakteri yang mendapat perlakuan pewarnaan gram adalah dua bakteri yang
paling dominan tumbuh, yaitu yang berbentuk bulat dan berwarna putih pada media
NA + 10% NaCl serta bakteri berbentuk
lonjong dan berwarna putih yang tumbuh pada media NA.
Pertama pada bakteri yang tumbuh pada media NA dengan pengamatan di bawah
mikroskop didapat bakteri berbentuk coccus
dan berwarna merah yang berarti bakteri tersebut termasuk bakteri gram negatif.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, diduga bakteri yang tumbuh adalah bakteri Pseudomonas.
Pseudomanas ini termasuk famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini merupakan bakteri yang dapat
menyebabkan kebusukan makanan, bersifat motil dengan flagella polar. Bakteri
ini berbentuk bulat, gram negatif dan dalam perumbuhannya membutuhkan O2
(aerobic). Dapat mensintesis faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin. Beberapa
species bersifat proteolitik dan lipolitik, dan dapa membentuk pigmen
(Sukarminah, 2008).
Kedua, pengamatan dilakukan terhadap bakteri yang tumbuh pada media NA + 10%
NaCl. Ketika diamati di bawah mikroskop, tidak terlihat jelas bentuk dan warna
dari bakteri ini. Hal ini dikarenakan sel bakteri yang sangat tipis sehingga
tidak dapat terlihat oleh mikroskop atau karena kesalahan praktikan saat
menggunakan mikroskop. Selain itu kemungkinan karena terjadi kesalahan saat
menginokulasikan sel bakteri pada objek
glass. Dugaan sementara bakteri yang tumbuh pada media ini adalah Micrococcus, Pediococcus, atau Pseudomonas, karena dilihat dari bentuk
sel bakterinya yang berbentuk coccus.
Bakteri Micrococcus
termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri berbentuk coccus, gram positif, berpasangan,
tetrad atau kelompok kecil, aerobic, katalase positif dan tidak berspora.
Bakteri ini mempunyai suhu optimal untuk pertumbuhan 25 – 30°C, dapat
mengoksidasi glukosa menjadi asam. Kebanyakan species bersifat proteolitik dan
beberapa bersifat lipolitik. Beberapa species tahan garam, membuata garam
ammonium sebagai sumber N, bersifat termodurik (tahan suhu pasteurisasi).
Bakteri ini banyak ditemukan pada debu dan air serta berbagai bahan pangan
segar (Sukarminah, 2008).
Bakteri Pediococcus merupakan bakteri
yang dapat tumbuh pada sampel
dengan konsentrasi NaCl sebanyak 7% .Pediococcus
adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL) dengan ciri
non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Genus Pediococcus termasuk golongan fakultatif
anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya nutrisi serta
mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi. Bakteri ini tergolong homofermentatif. Suhu
optimum untuk pertumbuhan Pediococcus
adalah 25-30 °C dan pH optimum ± 6. Spesies dan galur dari
genus ini berbeda dalam toleransi atau ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu,
resistensi antibiotik, dan NaCl (Sukarminah, 2008).
Ikan Teri
Setelah dilakukan pengamatan terhadap ikan peda selanjutnya dilakukan
pengamatan terhadap ikan teri. Pengamatan pertama dilakukan terhadap ikan teri yang diletakkan pada media
NA. Pada pengenceran 10-2 dan 10-3 tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Pengamatan
selanjutnya dilakukan pada sampel ikan teri dengan media NA + 5% NaCl. Pada
pengenceran 10-2 tidak ditemukan 3 koloni bakteri yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3
ditemukan adanya koloni sebanyak 16 koloni dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam. Ada
yang berwarna putih dengan bentuk bulat dan berwarna putih oranye dengan bentuk
bulat pula. Selain itu, ditemukan pula pertumbuhan khamir pada pengenceran 10-2 berwarna putih dengan
bentuk menjari. Maka nilai SPC nya adalah 1,6 x 104 cfu/g.
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram terhadap bakteri yang paling dominan
tumbuh yaitu bakteri yang berbentuk bulat dan berwarna putih. Lalu, diamati di
bawah mikroskop. Koloni yang tumbuh merupakan bakteri gram positif karena
ketika diamati di bawah mikroskop ternyata berwarna ungu dan berbentuk basil. Bakteri
tersebut diduga adalah bakteri jenis Halobacterium.
Menurut Buckle (1987), bakteri ini termasuk bakteri jenis halofilik yang dapat
tumbuh pada konsentrasi NaCl dengan kisaran 3,5% sampai jenuh. Bakteri ini dapat ditemui pada air laut
dan larutan garam. Pada ikan teri sendiri, kerusakan yang disebabkan karena
bakteri halofilik adalah ditandai dengan adanya bercak-bercak merah pada
permukaan ikan.
Khamir yang ditemukan tumbuh pada media NA + 5%
NaCl, diduga merupakan khamir Debaromyces. Khamir ini merupakan khamir
tahan garam, tumbuh pada makanan yang mengandung garam dalam jumlah yang
tinggi. Bentuk sel nya bulat atau oval, membentuk pelikel pada daging asin
kering.
Pengamatan selanjutnya pada sampel ikan teri dengan media NA + 10% NaCl.
Pada pengenceran 10-2 ditemukan koloni sebanyak 38 koloni dan pada pengenceran 10-3 tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat dan berwarna putih. Maka nilai SPC nya adalah 3,8 x 103 cfu/g. Sedangkan, dengan media NA + 15% NaCl, pada pengenceran 10-2 ditemukan 1 koloni yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3 tidak ditemukan adanya koloni
yang tumbuh. Maka perhitungan SPC nya adalah 1,0 x 102 cfu/g .
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram dan pengamatan di bawah mikroskop. Sel bakteri yang mendapat perlakuan pewarnaan gram
adalah bakteri yang paling dominan tumbuh, yaitu bakteri dengan bentuk bulat
dan berwarna putih. Setelah diamati di bawah mikroskop ternyata koloni yang
tumbuh berbentuk basil dan merupakan gram positif, sama seperti pengamatan
sebelumnya. Bakteri tersebut diduga adalah bakteri jenis Halobacterium.
Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halofilik yang mampu
mengubah tekstur maupun rupa daging ikan. Selain disebabkan oleh bakteri
halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh
jamur, ragi, dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau dewasa.
Menurut Anonimb (2009), beberapa
kerusakan mikrobiologis yang biasa terjadi pada ikan asin, yaitu:
1.
Pink Spoilage
Kerusakan ini disebabkan oleh
bakteri halofilik yang secara perlahan-lahan
berkembang biak dan membentuk pigmen berwarna kuning kemerah-merahan. Bakteri
tersebut dengan cepat akan menguraikan daging
ikan dan menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya daging akan menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan serta mudah
lepas dari tulangnya. Jenis bakteri penyebab pink spoilage
yang paling dominan adalah Sarcina sp,
Serratia, Salinaria, dan Micrococci.
2.
Dun Spoilage
Kerusakan ini dikarenakan semacam
jamur yang hidup hanya pada permukaan
daging ikan dan membentuk pigmen berwarna keabu-abuan. Gejala yang terjadi biasanya pada ikan asin yang mempunyai
kadar air di bawah 17%.
3.
Rust Spoilage
Untuk mencegah terjadinya ketengikan
pada ikan asin, garam akan melepaskan
senyawa karbonil. Jika bereaksi dengan asam amino, senyawa tersebut akan menghasilkan senyawa cokelat
keabu-abuan dengan bau tengik
yang mencolok.
4. Saponifikasi
Kerusakan
ini disebabkan aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan lender berbau sangat busuk. Kerusakan tersebut sangat
membahayakan kesehatan
manusia, karena tidak hanya terjadi pada permukaan ikan tetapi juga menyerang bagian dalam. Bakteri yang umum menimbulkan saponifikasi adalah Mycobacteria.
5.
Taning
Kerusakan ini dikarenakan sejenis
bakteri pembusuk tertentu yang muncul karena
proses penetrasi garam ke dalam daging ikan berlangsung sangat lambat atau penyebarannya di dalam
tubuh ikan kurang merata. Ciri-ciri ikan
yang terserang taning, timbulnya noda atau bercak merah sepanjang tulang punggung ikan dan timbulnya bau yang
sangat busuk.
6.
Salt Burn
Kerusakan ini terjadi
karena penggunaan garam halus secara berlebihan pada saat penggaraman. Apabila
ikan asin dijemur, bagian luar akan kering
sedangkan bagian dalam masih tetap basah. Penyebabnya adalah terjadinya penarikan air yang sangat cepat pada bagian luar,
sehingga sel tubuh ikan akan
berkoagulasi dan mengakibtakan proses difusi air dari sel-sel tubuh bagian dalam menjadi terlambat.
Ukuran
kehigienisan dan suhu selama pengolahan dan penyimpanan memegang peranan
penting dalam jumlah bakteri halotoleran dari produk ikan asin. Tidak
menutup kemungkinan juga timbulnya jamur pada produk ikan asin yang dihasilkan.
Dari beberapa mikroorganisme yang merusak, ada yang bisa dihilangkan
dengan mudah yaitu pencucian saja. Tapi untuk bakteri pembusuk dan patogen
harus dihilangkan dengan penambahan senyawa kimia. Cara untuk menghilangkan
mikroba yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan menggunakan Trisodium
Phosphate (TSP). Trisodium phosphate (TSP, Na3P04)
merupakan bahan tambahan makanan yang termasuk dalam Generally Recognized As Safe
(GRAS). Efek antimicrobial dari TSP telah diuji pada beberapa tipe makanan
berbasis daging, ayam, ikan dan daging domba. TSP membunuh mikroorganisme
dengan cara melewati permeabel dan mengganggu sitoplasma dan membran terluar
dari sel bakteri karena terdiri dari pH alkali yang dapat dengan mudah
melepasnya dari kandungan intraseluler dan pada akhirnya sel akan mati (Anonima, 2009).
KESIMPULAN
1.
Bakteri
halotoleran dapat tetap tumbuh dengan atau tanpa garam.
2.
Golongan
bakteri halofilik membutuhkan garam dengan kadar tertentu untuk tumbuh.
3.
Garam bisa mengubah tekanan osmosis pada
bakteri sehingga menyebabkan lisis dan akhirnya bakteri tidak dapat tumbuh
ataupun mati.
4.
Garam (NaCl) terdiri dari Na dan Cl
dimana Cl mempunyai daya toksisitas yang tinggi
yang menyebabkan bakteri tidak tumbuh, menghambat respirasi dan juga
aktivitas bakteri.
5.
Bakteri yang
tumbuh pada sampel ikan peda diduga merupakan bakteri Micrococcus, Pediococcus, dan Pseudomonas.
6.
Bakteri yang
tumbuh pada sampel ikan teri diduga adalah bakteri jenis Halobacterium yang berbentuk basil dan merupakan bakteri gram
positif.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonima.
2009. Ilmu Pangan. Available at: http://www.ilmupangan.com/index.php?option=com_content&task=view&id=39&Itemid=44. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
Anonimb. 2009. Mengenal Mutu Ikan
Asin dan Ikan Kering. Available at: http://minapadijaya.com/mengenal-mutu-ikan-asin-ikan-kering. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
Buckle,
K. A, Edwards, R. A, Fleet, G. H dan M. Wootto. 1987. Ilmu Pangan. UIPress : Jakarta
Fardiaz, S. 1992.
Mikrobiologi Pangan I.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Perdana, M. 2009. Fermentasi
pada Ikan Peda. Available
at: http://www.dotcomsecrets.com/blogs/content/fermentasi-pada-ikan-peda. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
Sukarminah, E.,
D.M.
Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan.
Penerbit Universitas Padjadjaran : Jatinangor.
Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume
II). Penerbit Universitas Padjadjaran : Jatinangor.
